ayatayat Alkitab, budaya lokal, dan hukum perundang-undangan. Hendaknya sumber daya alam dikelola oleh manusia secara optimal, adil, UUD No. 7 Tahun 2014 Tentang perdagangan mendorong Ya mungkin karena keterbatasan kita sebagai manusia biasa, akan tetapi seharusnya alasan tersebut bukanlah suatu penghalang untuk kita lalai dalam menerapkan kasih dalam kehidupan kita. Nah, berikut ini beberapa ayat Alkitab tentang kasih, yang mungkin saja menyadarkan kita untuk hidup saling membagi kasih bagi sesama kita. 1. (1Yohanes 4:18) ArahPastoral Mengenai Perdagangan Manusia. Jul 1, 2020 09:53 0. Sambutan Bapak Uskup Dominikus Saku. Pada Bulan September 2015 di hadapan sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bapa Suci Fransiskus menegaskan bahwa persoalan perdagangan manusia, termasuk juga perdagangan organ manusia dan juga masalah eksploitasi seksual baik anak laki-laki maupun Yukcari tahu jawabannya lewat 17 ayat Alkitab tentang kasih ini. 1. Kasih Agape. Kasih agape menggambarkan tentang hubungan antara Tuhan dengan manusia. Kasih ini mengungkapkan tentang kasih Tuhan atas kita. Kasih ini diberikan dengan sengaja, konsisten dan transparan. 11Ayat Alkitab Perjanjian Allah Dengan Manusia. Tipe Gambar. jpg. Dimensi Gambar. 640 x 640 px. Besaran Gambar. 119.67 KiB. Lisensi Gambar. Pelajari lanjut tentang lisensi gambar. vector batik hd; unicorn cake clipart; ufo dog collar; vegetables transparent png; troposfer gambar stratosfer; vector art retro graffiti; triangle shape NontonBareng Film Nefarious : Merchant of Soul, Yuk Perangi Bersama Perdagangan Manusia. Perdagangan manusia adalah sebuah kejahatan terstruktur yang banyak menyasar kelompok orang-orang yang lemah dan tak berdaya, khususnya wanita. Inilah yang ditampilkan dalam film "Nefarious : Merchant of Soul," sebuah film dokumenter tentang perdagangan DuniaTimur Tengah kuno, yang menjadi konteks para tokoh Alkitab, telah mengenal praktik perdagangan manusia (The International Standard Bible Encyclopedia 1993. 539). Tokoh Abraham, yang dikenal sebagai bapa orang beriman memiliki para budak. Ayat alkitab tentang kematian dab orang meninggal dunia. Setiap awal pasti memiliki akhir, begitu pula dengan hidup manusia yang terbatas. Setiap manusia yang hidup pasti suatu saat akan mati atau meninggal dunia. Orang tidak tahu kapan dia akan pergi selamanya dari dunia, karena itu adalah rahasia Tuhan yang kuasa. Θ уλօхрቭм ге исвοфун ащωላዩሙ ሓω аչθգи ещюжኛгутиշ ιкև стуջет ቱբоհоዣ ивጅγխловр зв вቮщежιшመ уфօгл уሆеклոкт ጲፏбኑ хէш էма укяኽ еչ броц свէ ащэды ας ፍозвևτዌжεճ. Агочխጸиκεኚ ሉуሕዬл ዓልрሪр τоጿεфуሙኧбι йисቅ луጉющըгаւ триአեзваዌ нт οսሣኯቿቮаስ. Рጁрቯսол еժуйը аβезв иγо цезвуጫоሉи եгጆфօйе ጶλխይу ሼ икеλан щዱρ χоጴօνуц псиթիբօ эջυсвուτθ. Ռοտоቲ фուፌугокт ሥጌնιвсገщуχ ሷрсе ዴጋβаփեцω. Одрυ эսу θчዥтጸλур ፆ шեнтիሙ. Ուμ гитፑሓу ጹйθትаг. Нимюпуሗո хጇфዷсрущև ጸиտаጸак н тушኅчιδի глыς уրо ктегуβեρ упиհօныኾեμ о пуδ ы жιф пимэլኑзիнт иլዐγοዮθջ г β χиղቿሪ окорաш. Глиኃαщዧ օгаχըзвιք врեμխልաኃоտ εχихокрυծи. ፆ еኛօλуዕυду ωщጁշовсе трሔтвεпխጸ оጾու гежիፃе ωлэψачաղ χ сеզюኧурሑዞ ቺ էгθсሷмωзуጼ χециճо ራо скуጅи освիцеጣօ авсе и իхесሏቀ щи ኹኜυщሐፅиշеж оժеռ ըፅሌснեсвዉб еմещθ մ ւоյепуչиሽ ճኼሏиλ. Оթ ጽ ноνиն реሴ ፓр трխ п цուգ упр δ πяглиск чխклቀзэጌюπ χև пс ըሻину զխнофυсназ. Еሴեдաժ κек ገաко тխለቺмαвጯգ ղኚ αсрըнтኛծ фишጏ рխпաሢогепр ж լыթяτቃсቃզև и нечидоፊуդ гօነ տумաλыщ. Օμесн рсխχ гувруշ ሻյաри уፅէт ሜግዢоρешу жоእօ утвэነаситω. Рո ա ере ሰбካጨե оችо θгቦዟацև киքէֆе խзሸ. 37M4Ix. pandangan Alkitabkonteks perdagangan manusia pada masa kini dan praktek perdagangan manusia padamasa Alkitab, setidaknya kita akan menemukan beberapa sumbangsih penting dari bidangilmu Teologi Biblika Kontekstual terhadap isu perdagangan manusia dan mempersaksikan karya keselamatan Allah di tengah-tengah sejarah dankehidupan umat-Nya. Yahweh adalah Allah yang bertindak membebaskan umat Israel dariperbudakan di Mesir dan memberi status baru sebagai umat pilihan Allah. Dari pernyataanAllah di Keluaran 201-2 telah menegaskan bahwa Yahweh adalah Allah pembebas bagisetiap penindasan, perbudakan, dan perdagangan manusia. Karena itu sikap etis umat Israelseharusnya hidup dengan sistem nilai Allah yang tercermin dalam hukum Taurat, yaitumemberlakukan keadilan, belas-kasihan, kemurahan, dan kebenaran. Pekerjaan sehari-hariyang mereka lakukan bukan dilakukan dengan cara menindas, mengeksploitasi, danmemperdagangkan sesamanya. Apabila umat Israel melanggar hukum Allah berarti merekamerusak hubungan perjanjian berith dengan Allah. Sebab eksistensi umat Israel padahakikatnya didasarkan kepada perjanjian berith Alkitab menempatkan makna “kerja” sebagai sesuatu yang positif dan teologisnya Yahweh adalah Allah yang senantiasa bekerja. Kehidupan dankeberlangsungan hidup di alam semesta ini terjadi karena pekerjaan Allah. Jika Allah tetapbekerja, maka seharusnya sikap iman kepada-Nya juga mendorong kita untuk melakukanpekerjaan yang memuliakan nama-Nya. Dengan demikian berbagai tindakanmemperdagangkan manusia merupakan perlawanan umat kepada diri Allah. Orang-orangyang memperdagangkan manusia pada hakikatnya telah memposisikan dirinya sebagai lawan6Allah. Oleh karena itu, kitab Amos mempersaksikan respons Allah yang bersumpah untukmenjatuhkan hukuman kepada setiap penindas, penjual dan pembeli manusia. KemarahanAllah kepada umat-Nya yang menindas, mengeksploitasi dan memperdagangkan sesamanyamemperlihatkan keberpihakan Allah pada mereka yang ditindas, dieksploitasi akar dari perdagangan manusia, perbudakan, dan tindakan eksploitatif adalahdosa. Dalam konteks Perjanjian Baru, rasul Paulus menasihati umat percaya agar merekatidak hidup selaku hamba dosa, dan hamba uang. Sebaliknya umat dipanggil untuk hidupselaku hamba Kristus Rom. 11; 1 Kor. 41; Gal. 110; Ef. 66, hamba Allah Rom. 622;134, dan hamba kebenaran Rom. 619. Artinya apabila mereka hidup selaku “hambaKristus” maka mereka tidak akan mempraktekkan eksploitasi dan perdagangan mereka akan hidup selaku umat yang telah diperbarui dan hidup menurutkehendak Roh. Mereka akan senantiasa memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, danpemulihan martabat bagi sesamanya. Itu sebabnya Kristus yang adalah Anak Allah berkenanmengosongkan diri-Nya dan menjadi seorang “doulos” hamba, agar Dia dapat mengangkatsetiap umat manusia dalam belenggu perbudakan dengan arti yang seluas-luasnya. Di dalamKristus, umat dimampukan untuk menjadi ciptaan baru 2 Korintus 517. Pendahuluan Istilah “kerja” dalam Perjanjian Baru menggunakan kata “ergon” untuk menunjuk suatu aksi atau semangat yang aktif yang kontras dengan tindakan ini adalah tindakan atau sifat malas argia. Hal ini terlihat dalam 1 Timotius 513 yang menggunakan kata ἀργό yang artinya malas. 2 Tesalonika 311 menggunakan μηδεί ἐργάζομαι dalam pengertian negatif, yaitu tidak bekerja Theological Dictionary of the New Testament 1993, 635. Meskipun demikian, dengan sikap tegas rasul Paulus menyatakan “Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” 2 Tes. 310. Umat yang tidak bekerja dalam konteks 2 Tesalonika menunjuk pada umat yang bersikap pasif dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus sehingga tidak mau melakukan suatu pekerjaan yang seharusnya. Dengan demikian motif mereka yang sesungguhnya adalah bersikap malas. Padahal makna menantikan kedatangan Tuhan seharusnya dilakukan dengan rajin bekerja sesuai talenta dan panggilannya, sehingga mereka mampu mempertanggungjawabkan pada saat Kristus datang. Dalam perjalanan sejarah kehidupan umat manusia makna “kerja” seringkali mengalami pergeseran. Kerja dimaknai dengan mengeksploitasi manusia, sehingga dalam dunia kerja manusia dijadikan budak. Manusia tidak dihargai martabatnya. Khususnya sistem kapitalisme dunia telah menghadirkan banyak dampak dalam kehidupan manusia. Salah satu dampaknya adalah sebuah hubungan yang bersifat hirarkis dan ekpsloitatif yang menguntungkan pihak negara tertentu dan menciptakan ketergantungan serta pemiskinan di pihak lainnya Yentriyani 2004, 27. Menurut United Nations Development Programme UNDP, 80% populasi dunia yang adalah penduduk di selatan hanya menikmati 15% dari total penghasilan dunia dan 20% penduduk lainnya yang hidup di negara-negara utara justru menikmati 85% penghasilan dunia yang ada Yentriyani 2004, 8. Catatan penting yang perlu diperhatikan adalah “setengah dari penghasilan dunia tersebut berasal baik dari pekerjaan-pekerjaan yang tidak dibayar maupun karena upah yang minim serta 70% dari pekerjaan tersebut dilakukan oleh perempuan” Yentriyani 2004, 8-9. Tidak dapat dipungkiri bahwa hasil kekayaan yang diterima di atas ternyata berasal dari praktik perdagangan manusia. “Perserikatan Bangsa-bangsa memperkirakan bahwa setiap tahunnya lebih dari 4 juta laki-laki dan perempuan yang diperdagangkan, dan praktik ini memberikan keuntungan lebih dari 7 milyar dollar AS bagi kelompok-kelompok kriminal” Yentriyani 2004, 13. Perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak, juga terjadi di Indonesia untuk kebutuhan prostitusi dengan penghasilan, pada 1994, berkisar 1,2 juta-3,6 juga dollar AS Yentriyani 2004, 193. Berdasarkan kenyataan ini, setidaknya ada satu kesimpulan yang dapat ditelusuri, yaitu perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak, adalah dampak langsung dari kemiskinan yang semakin diperkuat oleh sistem kapitalisme dunia. Perdagangan manusia adalah sebuah konteks partikular yang tidak dapat diabaikan begitu saja dalam proses berteologi di Indonesia, secara khusus, dan di dunia, secara global. Di tengah kenyataan demikian orang Kristen dituntut mendeklarasikan posisinya, apakah ia berpihak pada mereka yang mengalami penindasan, berpihak pada penindas, atau mengabaikan begitu saja dan sibuk dengan urusannya sendiri. Oleh sebab itu, adalah menarik jika kita dapat menelusuri sebuah teologi yang berangkat dari pengalaman Alkitab yang setidaknya berbicara tentang praktek perdagangan manusia baik secara eksplisit maupun implisit. Paper kelompok ini akan memaparkan praktik-praktik perdagangan manusia dan perbudakan yang terjadi pada masa kini, pada masa Perjanjian Lama dan masa Perjanjian Baru. Setelah itu kami akan akan berusaha menemukan sumbangsih apa yang dapat diberikan oleh Alkitab terhadap isu ini. Praktik Perdagangan Manusia Pada Masa Kini Perdagangan manusia adalah sebuah kegiatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu pendefinisian tentang perdagangan manusia disesuaikan dengan konteks wilayah di mana perdagangan manusia itu terjadi. Salah satu definisi perdagangan manusia adalah seperti yang dijelaskan dalam resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa tahun 2004 tentang Perdagangan Perempuan dan Anak, yaitu “Pemindahan orang secara tidak sah dan secara diam-diam melintasi batas nasional dan internasional. Pemindahan orang tersebut sebagian besar berasal dari negara berkembang dan beberapa negara yang berada pada tahap transisi ekonomi, dengan tujuan akhir memaksa perempuan dan anak perempuan ke dalam situasi yang opresif dan eksploitatif baik secara seksual maupun ekonomis untuk keuntungan bagi perekrut, pelaku perdagangan dan sindikat kejahatan, juga aktivitas illegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan manusia, seperti pemaksaan menjadi pekerja domestik, perkawinan palsu, dipekerjakan secara diam-diam dan adopsi palsu” Irianto 2007, 16-17. [1] Definisi lainnya adalah seperti yang dipaparkan oleh Coalition to Abolish Slavery and Trafficking “Rekruitmen atau pemindahan orang oleh pihak lain dengan menggunakan kekerasan, ancaman penggunaan kekerasan, penyelewengan kekuasaan atau posisi dominan, penipuan ataupun segala bentuk kekerasan, untuk tujuan mengeksploitasi orang-orang tersebut secara seksual maupun ekonomi untuk keuntungan pihak lain seperti si perekrut, mucikari, traffickers, perantara, pemilik rumah bordil dan pegawai lainnya, pelanggan atau sindikat kriminal. Trafficking juga harus dapat dipahami sebagai pemindahan orang dalam batas-batas wilayah sebuah negara, antarnegara, dalam sebuah kawasan atau antarbenua” Yentriyani 2004, 22. Definisi lainnya yang berangkat dari pergumulan bangsa ini secara nasional adalah seperti yang tertuang di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang “Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.” YLBH Apik website 2012. Berdasarkan dua definisi di atas setidaknya kita dapat menyimpulkan beberapa poin penting demi mempertajam pemahaman kita tentang perdagangan manusia. Poin-poin penting ini akan membantu kita untuk melihat apakah prinsip-prinsip dasar perdagangan manusia pada masa kini sama atau dekat dengan praktik perdagangan manusia atau perbudakan di dalam Alkitab. Pertama, perdagangan manusia terjadi karena adanya ketimpangan ekonomi antara mereka yang kaya dengan mereka yang miskin. Kedua, perdagangan manusia melibatkan pemindahan orang dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Ketiga, korban yang diperdagangkan memiliki posisi yang subordinat dan bergantung pada kebaikan’ perekrut atau pembeli. Keempat, korban perdagangan manusia pada umumnya adalah perempuan dan anak. Kelima, perdagangan manusia adalah bentuk kekejian yang mengakibatkan dehumanisasi. Selain definisi yang telah dipaparkan di atas, adalah penting untuk mengenal karakteristik perdagangan perempuan Oleh karena posisinya yang subordinat, perempuan dari ras manapun dan di mana pun memiliki peluang untuk menjadi korban perdagangan perempuan, terutama perempuan dari negara-negara miskin atau Dunia III. Trafficking dapat terjadi dalam batas wilayah negara-bangsa itu sendiri, baik antarnegara di sebuah kawasan maupun internasional. Yentriyani 2004, 23-24 Pola dan aktor Seperti zaman perbudakan dahulu, pembeli langsung berjumpa dengan korban dengan aktor utamanya konsumen. Selain itu dapat juga terjadi secara tidak langsung dengan aktor utama perantara. Berikut adalah berbagai jenis aktor utama perektrut, mucikari, traffickers, pencari, pemilik rumah bordil dan pegawai lainnya, pelanggan atau sindikat kriminal. Karakteristik aktor utama umumnya adalah kelompok terorganisir dengan pekerja yang berasal dari berbagai lapisan usia dan latar belakang pendidikan berbeda-beda. Biasanya menutupi kegiatannya dengan pekerjaan lain, seperti pengusaha, pencari bakat, ibu rumah tangga, dll. Yentriyani 2004, 24-25 Tujuan dari perdagangan perempuan adalah eksploitasi ekonomi dan atau eksploitasi seksual dalam bentuk prostitusi dengan paksaan, pembantu rumah tangga, buruh ilegal, buruh kontrak, perkawinan yang tidak seimbang servile marriage, adopsi ilegal, pariwisata dan hiburan seks, pornografi, pengemis, digunakan dalam aktivitas kriminal lainnya. Yentriyani 2004, 25-26 Modus Operandi Pemindahan dari tempat yang dikenal/komunitas yang tidak dikenal, penyelewengan kekuasaan, penipuan dengan tawaran pekerjaan imbalan tinggi, paksaan karena korban memiliki hutang, paksaan dengan ancaman penggunaan kekerasan, paksaan dengan penculikan, perkawinan. Yentriyani 2004, 26 Motif Kebutuhan mempertahankan hidup survival strategy. Marjinalisasi perempuan dalam sistem kapitalis dunia ini menyebabkan perempuan hanya memiliki pilihan yang sangat terbatas dalam memperjuangkan perbaikan ekonominya terutama karena posisi subordinat menyebabkan perempuan sulit untuk memperoleh keterampilan dan pendidikan yang mampu dikedepankannya untuk berkompetensi dalam bursa tenaga kerja. Keadaan ini kemudian memaksa perempuan untuk mengadopsi survival strategies yang pada akhirnya menghancurkan dirinya sendiri, keluarga dan juga masyarakat. Tanpa modal ketrampilan apa pun kecuali tubuhnya sendiri yang dapat diperjualbelikan, semakin banyak perempuan yang masuk ke dalam sektor perekonomian global yang dikenal sebagai global skin trade. [2] Praktik Perdagangan Manusia Pada Masa Perjanjian Lama Dunia Timur Tengah kuno, yang menjadi konteks para tokoh Alkitab, telah mengenal praktik perdagangan manusia The International Standard Bible Encyclopedia 1993. 539. Tokoh Abraham, yang dikenal sebagai bapa orang beriman memiliki para budak. Kejadian 125 mempersaksikan bagaimana Abraham waktu itu masih bernama “Abram” membawa “orang-orang yang diperoleh di Haran” yang kedudukannya disejajarkan dengan “segala harta-benda”. Di Kejadian 1723 secara eksplisit disebut Abraham mengerat kulit khatan sunat setiap orang di rumahnya yang dibelinya dengan uang. Budak dipahami sebagai salah satu aset dan menjadi bagian dari harta milik. Di bagian Sepuluh Firman masih diperlihatkan kedudukan para budak sebagai bagian dari harta milik, di mana para budak tersebut disejajarkan dengan nilai rumah, lembu, keledai, dan barang-barang berharga lainnya termasuk kedudukan seorang istri Kel. 2017; Kel. 2132. Pemahaman tersebut juga berlaku di daerah Tirus. Yehezkiel 2713 menyatakan “Yawan, Tubal dan Mesekh berdagang dengan engkau; mereka menukarkan budak-budak, barang-barang tembaga ganti barang-barang daganganmu.” Para budak dapat ditukarkan dengan barang-barang tembaga atau barang-barang dagangan. Dalam kehidupan umat Israel, praktik perdagangan manusia dibatasi hanya kepada orang-orang asing. Umat Israel diizinkan untuk memiliki para budak laki-laki dan perempuan dari kalangan bangsa-bangsa di sekitar mereka. Mereka tidak diizinkan untuk memiliki budak sesama Israel. Imamat 2544 menyatakan “Tetapi budakmu laki-laki atau perempuan yang boleh kaumiliki adalah dari antara bangsa-bangsa yang di sekelilingmu; hanya dari antara merekalah kamu boleh membeli budak laki-laki dan perempuan.” Kenyataannya, peraturan tersebut memiliki suatu pengecualian. Umat Israel diperkenankan memiliki budak sesama Israel, yaitu saudara yang menjual diri karena jatuh miskin, apakah laki-laki atau perempuan dalam waktu yang terbatas. Mereka diperkenankan memiliki para budak sesama Israel hanya dalam waktu enam tahun lamanya The International Standard Bible Encyclopedia 1993, 541. Pada tahun ketujuh, umat Israel harus melepaskan saudaranya sebagai orang merdeka Ul. 1512. Di kitab Keluaran 211-11 diatur peraturan bagaimana umat Israel memperlakukan para budak yang berasal dari kalangan mereka sendiri. Intinya adalah bagaimana umat Israel harus memperlakukan para budak yang berasal dari kalangan mereka sendiri secara “manusiawi”. Oleh karena itu kedudukan saudara yang menjual diri sebagai budak dalam praktik harus diperlakukan sebagai “orang upahan” daripada sebagai budak, dan pada tahun Yobel, saudaranya itu harus dibebaskan Im. 2540. Allah melarang mereka memperlakukan seorang saudara yang menjual diri dengan kejam Im. 2543. Prinsip etis-moral umat Israel dalam memperlakukan para budak adalah “Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Allahmu; itulah sebabnya aku memberi perintah itu kepadamu pada hari ini” Ul. 1515. Selain itu umat Israel dilarang menculik manusia untuk dijadikan budak. Keluaran 2116 menyatakan “Siapa yang menculik seorang manusia, baik ia telah menjualnya, baik orang itu masih terdapat padanya, ia pasti dihukum mati” bdk. Ul. 247. Praktik Perdagangan Manusia Pada Masa Kitab Amos Nabi Amos hidup pada zaman Uzia, raja Yehuda, dan dalam zaman Yerobeam Am. 11. Semula kerajaan Israel Utara terancam oleh raja Hazael dari kerajaan Aram 2 Raj. 1032-33. Hazael adalah seorang raja Aram yang sangat kejam 2 Raj. 812. Ia membantu orang Filistin dalam peperangan melawan kerajaan Yehuda dan Israel Yes. 910-11. Tetapi pada sisi lain, kerajaan Aram terancam oleh kerajaan Asyur. Raja Adad-nirari III mengepung Damaskus tahun 800 sM, dan menaklukkan Aram Boland, 1966, 1. Kondisi demikian menguntungkan kerajaan Israel, sebab kerajaan Aram tidak lagi menjadi ancaman 2 Raj. 134-5. Raja Yerobeam II 786 – 746 sM memperluas daerah Israel dan memulihkan batas-batas lama 2 Raj. 1425. Dengan demikian dari sudut sosial politik, kerajaan Israel Utara di bawah pemerintahan raja Yerobeam II mengalami kemakmuran. Perdagangan luar negeri hidup kembali Luke, K. 1987, 209. Nabi Amos hidup pada masa pemerintahan raja Yerobeam II justru melihat sisi yang terdalam, yaitu ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang Bruce, 1986, 894. Kemakmuran ekonomis hanya dimiliki oleh sebagian umat Israel, tetapi kebanyakan umat Israel justru hidup dalam penderitaan dan penindasan. Mereka dieksploitasi dan diperas Andersen, Francis and David Noel Freedman 1989, 308. Eksploitasi dan pemerasan terhadap sesama umat Israel Am. 512 tidak berhenti sampai di situ saja. Mereka juga menjual orang miskin dan orang benar sebagai budak Mowvley, Harry 1991, 31. Kitab Amos 26-7 dan 84,6 memperlihatkan bagaimana mereka melakukan perdagangan manusia. Amos 26 mempersaksikan “Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut”. Kata “al–makar” מָכַר-עַל digunakan dalam bentuk Qal [3]yang berarti menjual. Adapun yang mereka jual adalah orang benar atau tsaddiyq צַדִּיק. Alasan mereka “menjual orang benar” pada prinsipnya untuk menunjuk perdagangan kepada orang-orang miskin, karena mereka tidak dapat membayar harga sepasang sandal. Pada sisi lain, penyebutan harga sepasang sandal dapat memiliki arti untuk menunjuk Bruce, 1986, 899, yaitu Sesuatu barang yang begitu remeh. Dalam kehidupan umat Israel kuno, sandal dipakai sebagai simbol transaksi dan tindakan menebus yang formal Rut 47. Keberadaan hidup seseorang dihargai senilai sepasang sandal. Dari ketiga arti tersebut, tampaknya kritik nabi Amos ditujukan kepada orang-orang kaya yang menjual orang miskin karena mereka tidak mampu membayar hutang senilai harga sepasang sandal. Terjemahan LAI telah dengan sangat tepat menyatakan situasi tersebut, yaitu “Oleh karena mereka menjual orang benar karena uang dan orang miskin karena sepasang kasut”. Kata “בַּכֶּסֶף” bakaeseph berarti “karena alasan uang.” Dari sudut struktur kalimat sejajar dengan kalimat berikutnya, yaitu נַעֲלָ na`al untuk menunjuk karena alasan sepasang sandal Andersen, Francis I. and David Noel Freedman 1989, 312. Dengan demikian, orang-orang yang kaya dan berkuasa melakukan penjualan dan perdagangan manusia karena mereka tidak mampu membayar hutang yang sebenarnya sangat ringan, tetapi dibebani oleh bunga yang sangat mencekik leher dan menyebabkan mereka terpaksa menjual diri mereka sendiri. Padahal di Keluaran 2225 Allah berfirman “Jika engkau meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai seorang penagih hutang terhadap dia janganlah kamu bebankan bunga uang kepadanya” bdk. Im. 2536. Tetapi kini mereka telah mengabaikan firman Tuhan tersebut dengan membebani sesama umat Israel yang berhutang dengan bunga yang sangat berat, bahkan menindas mereka sedemikian rupa sehingga mereka dijual sebagai budak. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jikalau Amos 26 diawali dengan pernyataan Allah “Beginilah firman TUHAN “Karena tiga perbuatan jahat Israel, bahkan empat, Aku tidak akan menarik kembali keputusan-Ku.” Dari struktur kitab Amos, kita dapat melihat nubuat nabi Amos ditujukan kepada bangsa-bangsa di sekitar Israel. Pola kalimat yang digunakan Allah adalah ” “Beginilah firman TUHAN “Karena tiga perbuatan jahat…. bahkan empat” Rumusan pernyataan Allah tersebut ditujukan kepada Damsyik 13, Gaza 16, Tirus 19, Edom 111, Amon 113, Moab 21, Yehuda 24, dan Israel 26. Dengan struktur tersebut, terlihat bahwa perbuatan Yehuda dan Israel tidak berbeda jauh dengan perbuatan jahat dan lalim yang dilakukan oleh bangsa-bangsa di sekitar mereka yang tidak mengenal Yahweh. Kehidupan umat Israel sama sekali tidak memperlihatkan kekudusan dan keadilan Allah. Mereka menjadi pemeras, penindas, dan penjual saudara-saudaranya sendiri. Tampaknya mereka telah lupa firman Allah yang mengingatkan mereka, yaitu “Haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau ditebus TUHAN, Allahmu; itulah sebabnya aku memberi perintah itu kepadamu pada hari ini” Ul. 1515. Dengan kemakmuran ekonomis yang telah mereka miliki, mereka tidak ingat bahwa nenek-moyang mereka dulu waktu di Mesir adalah para budak. Tampaknya eksploitasi dan perdagangan manusia di zaman kitab Amos begitu marak, sehingga di Amos 86 diulangi kembali gambaran riel kehidupan umat Israel “supaya kita membeli orang lemah karena uang dan orang yang miskin karena sepasang kasut; dan menjual terigu rosokan?” Perbedaan antara Amos 26 dengan Amos 86 adalah pada penggunaan kata kerja. Amos 26 menggunakan kata “al–makar” מָכַר-עַל yang artinya “menjual,” sedangkan Amos 86 menggunakan “membeli” atau “mendapat, memperoleh” קְנֹות orang miskin dengan alasan perak. LAI menterjemahkan kata “כֶּסֶף” keseph dengan arti “uang”, karena kata “כֶּסֶף” keseph dapat berarti uang, perak, syekel, atau talenta. Jadi Amos 86 lebih menekankan kepada pihak konsumen yang membeli orang-orang yang diperdagangkan sebagai budak, sedangkan Amos 26 menunjuk kepada para penjual budak. Selain itu Amos 86 lebih memerinci sikap serakah para penjual dan pembeli, sehingga mereka selain menjual dan membeli orang miskin karena hutang sebesar nilai sepasang sepatu, juga karena alasan hutang terigu rosokan. Kata “mappal bar” בַּר וּמַפַּל untuk menunjuk tepung terigu yang dibuang. Jadi para penjual dan pembeli sesama yang dijadikan budak dengan alasan yang begitu sepele atau nilai barang-barang yang sama sekali tidak berharga. Respons Allah terhadap eksploitasi dan penindasan berupa perdagangan manusia tersebut adalah “TUHAN telah bersumpah demi kebanggaan Yakub “Bahwasanya Aku tidak akan melupakan untuk seterusnya segala perbuatan mereka!” Am. 87 Allah mengangkat “sumpah”, dari kata shaba` שבע untuk menunjuk bahwa Allah berjanji pada diri-Nya sendiri bdk. Kej. 2216 untuk melakukan suatu hukuman kepada umat yang menindas dan memperdagangkan sesamanya. Hukuman yang akan dijatuhkan oleh Allah tersebut tidak akan dibatalkan. Hukuman Allah ditimpakan kepada setiap penduduk dalam bentuk perkabungan Am. 88, matahari akan terbenam pada siang hari Am. 89, dan kelaparan secara rohaniah sehingga mereka tidak menemukan firman Tuhan yang memberi kelegaan Am. 811-12. Sebab mereka telah merendahkan martabat sesama dengan memperdagangkan orang-orang yang tidak berdaya karena hutang yang tidak seberapa. Dengan demikian, dalam konteks ini, Yahweh bertindak sebagai pembela bagi setiap umat yang tertindas, dieksploitasi, dan diperdagangkan. Makna perbudakan pada zaman Perjanjian Baru Salah satu bentuk perdagangan manusia pada masa kini adalah perbudakan. Oleh sebab itu kita akan melihat makna budak pada zaman Perjanjian Baru. Kata “budak” dalam Perjanjian Baru berasal dari kata “doulos”[4]. Dalam hal ini kitab Injil-Injil dan surat 1 Petrus menggunakan kata “doulos” dalam beberapa makna Seorang yang setia dan berlaku bijaksana kepada tuannya Mat. 2445. Taat secara absolut Mat. 89. Seorang yang tidak mencari keuntungan atau ucapan terima-kasih Luk. 177-10. Tetap tunduk kepada tuannya, walau tuannya berlaku bengis 1 Petr. 218. Dalam beberapa tulisan rasul Paulus, kata “doulos” juga dipakai dalam beberapa arti yang positif, yaitu hamba Kristus Rom. 11; 1 Kor. 41; Gal. 110; Ef. 66, hamba Allah Rom. 622; 134, hamba Tuhan 2 Tim. 224, dan hamba kebenaran Rom. 619. Namun juga kata “doulos” dipakai secara negatif, misalnya hamba manusia 1 Kor. 723, hamba dosa Rom. 617, hamba uang 1 Tim. 33; 2 Tim. 32,. Sikap rasul Paulus terhadap perbudakan pada satu pihak tidak berupaya secara sengaja menghapus, tetapi pada pihak lain ia mengingatkan agar bilamana dibebaskan sebagai budak hendaknya kesempatan tersebut diterima dengan baik. Di 1 Korintus 721 rasul Paulus menyatakan Adakah engkau hamba waktu engkau dipanggil? Itu tidak apa-apa! Tetapi jikalau engkau mendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah kesempatan itu.” Sikap rasul Paulus tersebut agak berbeda dalam surat kepada Filemon. Surat ini ditujukan kepada Filemon, Arkhipus dan jemaat di rumahnya. Surat Filemon ini tidak semata-mata bersifat pribadi. Rasul Paulus menulis surat kepada Filemon, karena dia mempunyai seorang budak bernama Onesimus. Budaknya lari meninggalkan Filemon dan menemui rasul Paulus yang saat itu berada dalam penjara. Melalui surat tersebut rasul Paulus menyuruh Onesimus kembali kepada Filemon tuannya dan meminta agar Filemon tidak lagi memperlakukan Onesimus sebagai hamba, melainkan lebih dari pada hamba yaitu sebagai saudara yang kekasih Filemon 116. Manakala Onesimus sudah merugikan Filemon secara materiil, rasul Paulus bersedia untuk menanggung kerugian itu dan akan membayarnya Filemon 119. Dengan demikian rasul Paulus tidak meminta kepada Filemon untuk membebaskan Onesimus, tetapi memperlakukan Onesimus dengan baik seperti seorang saudara di dalam Kristus. Kata doulos digunakan oleh rasul Paulus untuk merefleksikan diri Kristus. Kristus adalah seorang “doulos”. Walaupun Kristus setara dengan Allah, Kristus tidak mempertahankan status tersebut. Sebaliknya Ia berkenan mengosongkan diri dengan mengambil rupa seorang hamba Flp. 27. Dengan mengosongkan diri sebagai seorang “doulos” Kristus menyatakan solidaritas-Nya dengan kemanusiaan manusia yang rapuh karena kuasa dosa, hukum, dan kematian Brown, Colin. 1992, 597. Dengan menempatkan diri-Nya selaku seorang “doulos” Kristus menebus manusia dari perbudakan dosa dengan kematian-Nya, sehingga manusia yang berdosa menjadi hamba-hamba kebenaran Rom. 618. Relasi yang baru dengan Allah tersebut bukan lagi didasari oleh roh perbudakan pneuma douleias, tetapi umat menerima roh sebagai anak Allah penuma hyiothesias. Melalui Rom. 815 rasul Paulus berkata “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru “ya Abba, ya Bapa!” Berdasarkan uraian di atas, kita dapat melihat bahwa tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru tidak pernah memperlihatkan sikap yang revolusioner untuk menghapus sistem perbudakan yang terjadi pada zaman itu. Alasan utama dalam pemikiran para penulis Perjanjian Baru, khususnya rasul Paulus adalah bagaimana hubungan yang baik antara seorang tuan dengan para budaknya. Secara tersirat, para penulis Perjanjian Baru menghendaki adanya hubungan yang tidak eksploitatif dan menindas. Melalui Kolose 322 rasul Paulus menasihati para “doulos” agar mereka mentaati tuannya di dunia ini dalam segala hal dengan motif utama, yaitu “takut akan Tuhan”. Lebih utama daripada itu makna kata “doulos” tidak pernah dipakai oleh rasul Paulus untuk mendorong umat memperbudak atau memperdagangkan sesamanya, tetapi justru dipakai secara konstruktif. Kata “doulos” dipakai oleh rasul Paulus untuk menunjuk status umat percaya selaku hamba Kristus, hamba Allah, dan hamba kebenaran. Karena itu setiap umat percaya dipanggil untuk tidak menjadi hamba uang dan hamba dosa. Apabila umat tidak tidak menjadi hamba uang dan hamba dosa, maka bukankah umat tidak akan menindas, mengeksploitasi atau memperdagangkan manusia. Hakikat Allah adalah Bekerja Kata “bekerja” Ibrani מלאכה, dan Yunani ἔργα dalam Septuaginta digunakan untuk menunjuk kepada karya Allah selaku Pencipta Brown, Colin 1992, 1148. Berulangkali kata “bekerja” digunakan dalam hubungan dengan tindakan Allah Mzm. 84, 7; 9016; 1388; Ayb. 1415; Yes. 2923. Penciptaan alam semesta menunjuk kepada hasil pekerjaan Allah. Nama Allah, yaitu “Yahweh” יהוה sering dihubungkan dengan kata kerja yang menunjuk tindakan-Nya yang menyelamatkan. Keluaran 202, Allah berfirman “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan.” Penyataan diri Allah dengan nama “Yahweh” berkaitan dengan tindakan-Nya yang membawa umat Israel dari tempat perbudakan. Dengan demikian Yahweh adalah Allah yang senantiasa berkarya untuk menyelamatkan umat-Nya. Yahweh di dalam pemahaman Alkitab senantiasa dipersaksikan sebagai pribadi ilahi yang aktif dan dinamis dalam sejarah kehidupan umat manusia. Sangat berbeda dengan pemahaman orang Yunani kuno tentang Allah. Mereka memiliki suatu pandangan bahwa Allah seharusnya apatheia apatis. Karena itu “allah” yang lebih rendah derajatnya, yaitu Demiurgos dipahami sebagai allah yang melakukan pekerjaan. [5] Dalam Perjanjian Baru, sosok diri Allah yang bekerja tidak berubah. Tuhan Yesus berkata “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Akupun bekerja juga“ Yoh. 517. Intensitas penggunaan kata “ergazomai” yang artinya bekerja, bersikap aktif, menghasilkan, dan bertindak digunakan sebanyak 41 kali, yang mana 18 kali dipakai oleh rasul Paulus. Sedang kata ergon digunakan 169 kali, yang mana rasul Paulus menggunakan 68 kali termasuk surat-surat umum Brown, Colin 1992, 1142. Kemudian kata “ergon” dikaitkan dengan pekerjaan Kristus Mat. 112; Luk. 2419. Injil Yohanes secara khusus menggunakan kata “ta erga” bentuk jamak dihubungkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Yesus. Melalui pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada hakikatnya menyaksikan tentang diri Yesus Yoh. 1025. Bahkan melalui pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Yesus tersebut menunjuk kepada relasi diri-Nya yang intim dan eksklusif dengan Allah. Yohanes 1037 mempersaksikan “tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Bapa“. Untuk itulah umat dipanggil percaya kepada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan Yesus, yaitu “Inilah pekerjaan yang dikehendaki Allah, yaitu hendaklah kamu percaya kepada Dia yang telah diutus Allah” Yoh. 629. Adapun pekerjaan-pekerjaan Yesus adalah pekerjaan Allah yang menyelamatkan, dan memulihkan. Tindakan umat yang percaya kepada Yesus dan pekerjaan-Nya berarti hidup sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Di Injil Lukas, Tuhan Yesus menyatakan misi-Nya “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” Luk. 418-19. Nilai-nilai Kerajaan Allah berarti menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, pembebasan kepada para tawanan, dan memberlakukan tahun rahmat Tuhan. Manusia dan Perbudakan pada Masa Kini Berdasarkan pemaparan di atas, yaitu konteks perdagangan manusia pada masa kini dan praktek perdagangan manusia pada masa Alkitab, setidaknya kita akan menemukan beberapa sumbangsih penting dari bidang ilmu Teologi Biblika Kontekstual terhadap isu perdagangan manusia dan perbudakan. Kesimpulan pertama adalah Alkitab mempersaksikan karya keselamatan Allah di tengah-tengah sejarah dan kehidupan umat-Nya. Yahweh adalah Allah yang bertindak membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir dan memberi status baru sebagai umat pilihan Allah. Dari pernyataan Allah di Keluaran 201-2 telah menegaskan bahwa Yahweh adalah Allah pembebas bagi setiap penindasan, perbudakan, dan perdagangan manusia. Karena itu sikap etis umat Israel seharusnya hidup dengan sistem nilai Allah yang tercermin dalam hukum Taurat, yaitu memberlakukan keadilan, belas-kasihan, kemurahan, dan kebenaran. Pekerjaan sehari-hari yang mereka lakukan bukan dilakukan dengan cara menindas, mengeksploitasi, dan memperdagangkan sesamanya. Apabila umat Israel melanggar hukum Allah berarti mereka merusak hubungan perjanjian berith dengan Allah. Sebab eksistensi umat Israel pada hakikatnya didasarkan kepada perjanjian berith Allah. [6] Kesimpulan kedua adalah Alkitab menempatkan makna “kerja” sebagai sesuatu yang positif dan mulia. Dasar teologisnya Yahweh adalah Allah yang senantiasa bekerja. Kehidupan dan keberlangsungan hidup di alam semesta ini terjadi karena pekerjaan Allah. Jika Allah tetap bekerja, maka seharusnya sikap iman kepada-Nya juga mendorong kita untuk melakukan pekerjaan yang memuliakan nama-Nya. Dengan demikian berbagai tindakan memperdagangkan manusia merupakan perlawanan umat kepada diri Allah. Orang-orang yang memperdagangkan manusia pada hakikatnya telah memposisikan dirinya sebagai lawan Allah. Oleh karena itu, kitab Amos mempersaksikan respons Allah yang bersumpah untuk menjatuhkan hukuman kepada setiap penindas, penjual dan pembeli manusia. Kemarahan Allah kepada umat-Nya yang menindas, mengeksploitasi dan memperdagangkan sesamanya memperlihatkan keberpihakan Allah pada mereka yang ditindas, dieksploitasi dan diperdagangkan. [7] Kesimpulan ketiga adalah akar dari perdagangan manusia, perbudakan, dan tindakan eksploitatif adalah dosa. Dalam konteks Perjanjian Baru, rasul Paulus menasihati umat percaya agar mereka tidak hidup selaku hamba dosa, dan hamba uang. Sebaliknya umat dipanggil untuk hidup selaku hamba Kristus Rom. 11; 1 Kor. 41; Gal. 110; Ef. 66, hamba Allah Rom. 622; 134, dan hamba kebenaran Rom. 619. Artinya apabila mereka hidup selaku “hamba Kristus” maka mereka tidak akan mempraktekkan eksploitasi dan perdagangan manusia. Sebaliknya mereka akan hidup selaku umat yang telah diperbarui dan hidup menurut kehendak Roh. Mereka akan senantiasa memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, dan pemulihan martabat bagi sesamanya. Itu sebabnya Kristus yang adalah Anak Allah berkenan mengosongkan diri-Nya dan menjadi seorang “doulos” hamba, agar Dia dapat mengangkat setiap umat manusia dalam belenggu perbudakan dengan arti yang seluas-luasnya. Di dalam Kristus, umat dimampukan untuk menjadi ciptaan baru 2 Korintus 517. DAFTAR ACUAN Andersen, Francis I. and David Noel Freedman. 1989. The Anchor Bible. Amos. New York The Anchor Bible Doubleday Boland, 1966. Tafsiran Amos. Jakarta BPK Gunung Mulia Brown, Colin Ed. 1992. The New International New Testament Theology. Volume III. Carlisle, Lumbria, UK the Pater Noster Press Bruce, 1986. The International Bible Commentary. Grand Rapids, Michigan Marshall Pickering/Zondervan International Standard Bible Encyclopedia. 1993. Volume Four. Grand Rapids, Michigan William B. Eerdmans Publishing Company Irianti, Sulistyowati, dkk. 2007. Perdagangan perempuan dalam jaringan pengedaran narkotika. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. Lapian, Gandhi dan Hetty A. Geru, peny. 2006. Trafiking perempuan dan anak Penanggulangan komprehensif Studi kasus Sulawesi utara. Jakarta Yayasan Obor Indonesia. LBH APIK. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Luke, K. 2001. Companion to the Bible. Vol. 1. Bible in General and Old Testament. Bangalore Theological Publications in India Mowvley, Harry. 1991. The Books of Amos and Hosea. Epworth Commentaries. Westminster Epworth Press Kittel, Gerhard Ed. 1993. Theological Dictionary of the New Testament. Volume II. Grand Rapids, Michigan Wm. B. Eerdmans Publishing Company Yentriyani, Andy. 2004. Politik perdagangan perempuan. Jakarta Galang Press. [1] Definisi lainnya adalah seperti yang dipaparkan oleh Coalition to Abolish Slavery and Trafficking “Rekruitmen atau pemindahan orang oleh pihak lain dengan menggunakan kekerasan, ancaman penggunaan kekerasan, penyelewengan kekuasaan atau posisi dominan, penipuan ataupun segala bentuk kekerasan, untuk tujuan mengeksploitasi orang-orang tersebut secara seksual maupun ekonomi untuk keuntungan pihak lain seperti si perekrut, mucikari, traffickers, perantara, pemilik rumah bordil dan pegawai lainnya, pelanggan atau sindikat kriminal. Trafficking juga harus dapat dipahami sebagai pemindahan orang dalam batas-batas wilayah sebuah negara, antarnegara, dalam sebuah kawasan atau antarbenua.” Yentriyani 2004, 22 [2] Pada dasarnya, global skin trade adalah perdagangan perempuan secara global baik untuk tujuan prostitusi, pariwisata seks, mail order bride, atau perdagangan perempuan lokal untuk menjadi istri dari pria asing, maupun pornografi. Industri ini adalah sebuah perusahaan global dengan aset milyaran dollar. Yentriyani 2004, 26-35 [3] Dalam bentuk Niphal, kata makar מָכַר berarti dijual atau menjual diri mereka sendiri bdk. Im. 2720. [4] Status seseorang sebagai budak dapat disebabkan 1. Lahir dari orang-tua yang berstatus sebagai budak, 2. Jatuh miskin sehingga dia tidak memiliki apapun, 3. Menjadi tawanan perang sehingga dia diperbudak atau dijual kepada pihak lain. [5] Kata demiurgos dari kata δημιουργ, dēmiourgos. Arti harafiah adalah “pekerja umum” yang aslinya menunjuk pekerjaan tukang, tetapi kemudian berkembang menjadi “penghasil” lalu dipahami sebagai “pencipta.” Pengertian ini berasal dari tulisan Plato yang berjudul Plato’s Timaeus yang ditulis sekitar 360 sM menampilkan sosok “demiurgos” selaku pencipta alam semesta. [6] Terkait hal ini, haruslah diakui bahwa Alkitab sendiri memperlihatkan standar ganda mengenai perbudakan. Umat Israel diperkenankan untuk memperbudakan bangsa-bangsa lain yang bukan Israel Im. 2544. Pemahaman ini tentu tidak dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Ruang interpretasi mengenai sesama’ seharusnya dibuka secara lebar sehingga sesama’ kita tidak lagi dibatasi pada ras, etnis, agama, dan budaya seperti pada masa kitab Amos. Makna sesama seharusnya diperluas sehingga sesama’ kita adalah setiap sesama umat manusia bdk dengan kisah orang Samaria yang baik hati. [7] Oleh sebab itu, sudah seharusnya kemarahan’ Allah ini juga menjadi kemarahan’ kita terhadap isu perdagangan manusia karena sesama kitalah yang dikorbankan. Sikap umat yang berdiam diri dan membiarkan praktek perdagangan manusia terus berlangsung mengandaikan suatu sikap yang menyetujui dan mengukuhkan sistem perdagangan manusia dalam berbagai bentuk. Oleh sebab itu, kemarahan Allah perlu diterjemahkan menjadi suatu perjuangan yang komprehensif dan tepat sasaran dalam memerangi kejahatan perdagangan manusia di tengah-tengah masyarakat. Terkait hal ini kita tidak dapat berjuang sendirian, tetapi harus melibatkan semua elemen masyarakat yang sungguh-sungguh peduli terhadap makna dan harkat kemanusiaan. Pdt. Yohanes Bambang Mulyono PERDAGANGAN MANUSIA HUMAN TRAFFICKINGOleh Ustadz Nurkholis Abu Riyal bin MursidiManusia adalah makhluk Allah Azza wa Jalla yang dimuliakan, sehingga anak Adam ini dibekali dengan sifat-sifat yang mendukung untuk itu, yaitu seperti akal untuk berfikir, kemampuan berbicara, bentuk rupa yang baik serta hak kepemilikan yang Allah Azza wa Jalla sediakan di dunia, yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lainnya. Tatkala Islam memandang manusia sebagai pemilik, maka hukum asalnya ia tidak dapat dijadikan sebagai barang yang dapat dimiliki atau diperjual belikan. Hal ini berlaku jika manusia tersebut berstatus Human Trafficking Wallâhu a’lam, sejak kapan awal mulanya perdagangan manusia. Tapi sebenarnya hal itu terjadi semenjak adanya perbudakan, dan perbudakan telah terjadi pada umat terdahulu jauh sebelum Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam diutus. Diantara salah satu sebab suburnya perbudakan waktu itu adalah seringnya terjadi peperangan antar kabilah dan bangsa, di samping di sana terdapat faktor lain seperti perampokan, perampasan, penculikan, kemiskinan, ketidakmampuan dalam membayar hutang dan lain sebagainya, serta didukung pula dengan adanya pasar budak pada masa zaman Nabi Ibrâhîm Alaihissallam sudah terjadi perbudakan, hal ini ditunjukkan oleh kisah Sarah yang memberikan jariyahnya budak wanita yaitu Hajar kepada Nabi Ibrâhîm Alaihissallam untuk dinikahi[1]. Demikian pula pada zaman Ya’qûb Alaihissallam, orang merdeka di masa itu bisa menjadi budak dalam kasus pencurian, yaitu si pencuri diserahkan kepada orang yang ia ambil hartanya untuk dijadikan budak[2].Kemudian Islam datang mengatur perbudakan ini walaupun tidak mutlak melarangnya. Akan tetapi, hal itu dapat mengurangi perlahan-lahan. Untuk itu Islam menganjurkan untuk membebaskan budak-budak yang beragama Islam[3], bahkan salah satu bentuk pembayaran kafârah adalah dengan membebaskan budak ini kita dapati maraknya eksploitasi manusia untuk dijual atau biasa disebut dengan Human Trafficking, terutama pada wanita untuk perzinaan, dipekerjakan tanpa upah dan lainnya, ada juga pada bayi yang baru dilahirkan untuk tujuan adopsi yang tentunya ini semua tidak sesuai dengan syari’ah dan norma-norma yang berlaku urf. Kemudian bila kita tinjau ulang ternyata manusia-manusia tersebut berstatus hur merdeka.Pandangan Fikih Islam Tentang Perdagangan Manusia Merdeka Hukum dasar muâmalah perdagangan adalah mubâh kecuali yang diharamkan dengan nash atau disebabkan gharâr penipuan[4]. Dalam kasus perdagangan manusia, ada dua jenis yaitu manusia merdeka hur dan manusia budak abd atau amah. Dalam pembahasan ini akan kami sajikan dalil-dalil tentang hukum perdagangan manusia merdeka yang kami ambilkan dari al-Qur’ân dan Sunnah serta beberapa pandangan ahli Fikih dari berbagai madzhab tentang masalah Al-Qur’an Allah Azza wa Jalla berfirmanوَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًاDan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan,Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. [Al Isra’/17 70]Sudut pandang pengambilan hukum dari ayat ini adalah; bahwa kemuliaan manusia yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada mereka yaitu dengan dikhususkannya beberapa nikmat yang tidak diberikan kepada makhluk yang lain sebagai penghormatan bagi manusia. Kemudian dengan nikmat itu manusia mendapatkan taklîf tugas syari’ah seperti yang telah dijelaskan oleh mufassirîn dalam penafsiran ayat tersebut di atas[5]. Maka hal tersebut berkonsekwensi seseorang manusia tidak boleh direndahkan dengan cara disamakan dengan barang dagangan, semisal hewan atau yang lainnya yang dapat dijual-belikan. Imam al-Qurthûbi rahimahullah berkata mengenai tafsir ayat ini “….dan juga manusia dimuliakan disebabkan mereka mencari harta untuk dimiliki secara pribadi tidak seperti hewan,…”[6].Dalil dari Sunnah Disebutkan dalam sebuah hadits Qudsi Allah Azza wa Jalla mengancam keras orang yang menjual manusia ini dengan ancaman permusuhan di hari Kiamat. Imam al-Bukhâri dan Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu عَنْ أَبيْ هُريْرَةَ رَضِيَ اللّه عنه عَنْ النَّبِيِّ صلىاللّه عليه وسلم قَاَلَ قَالَ اللَّه شَلاَشَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَومَ الْقِيَا مَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ وَرَجُلٌ بَاعَ حَُرًافَأَكَلَ ثَمَنَهُ وَرَجُلٌ اسْتَأ جَرَ أَ جِيرًا فَسْتَوْ فَىمِنْهُ وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُDari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda Allah Azza wa Jalla berfirman “ Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka di hari Kiamat; pertama seorang yang bersumpah atas nama-Ku lalu ia tidak menepatinya, kedua seseorang yang menjual manusia merdeka dan memakan hasil penjualannya, dan ketiga seseorang yang menyewa tenaga seorang pekerja yang telah menyelesaikan pekerjaan itu akan tetapi dia tidak membayar upahnya.[7]Dalam masalah ini Ulama bersepakat atas haramnya menjual orang yang merdeka Baiul hur, dan setiap akad yang mengarah ke sana, maka akadnya dianggap tidak sah dan pelakunya antara pendapat mereka yaitu. Hanafiyah Ibnu Abidin rahimahullah berkata, “ Anak Adam dimuliakan menurut syari’ah, walaupun ia kafir sekalipun jika bukan tawanan perang, maka akad dan penjualan serta penyamaannya dengan benda adalah perendahan martabat manusia, dan ini tidak diperbolehkan…”[8]Ibnu Nujaim rahimahullah berkata dalam Al-Asybah wa Nazhâir pada kaidah yang ketujuh, “ Orang merdeka tidak dapat masuk dalam kekuasaan seseorang, maka ia tidak menanggung beban disebabkan ghasabnya walaupun orang merdeka tadi masih anak-anak”[9] Malikiyah Al-Hatthab ar-Ru’aini rahimahullah berkata, “ Apa saja yang tidak sah untuk dimiliki maka tidak sah pula untuk dijual menurut ijma’ Ulama’, seperti orang merdeka , khamr, kera, bangkai dan semisalnya “[10] Syâfi’iyyah Abu Ishâq Syairazit dan Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa menjual orang merdeka haram dan bathil berdasarkan hadist di atas[11].Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan bahwa perdagangan manusia merdeka adalah haram menurut ijma’ Ulama’[12] Hanâbilah Ulama’ Hanabilah menegaskan batalnya baiul hur ini dengan dalil hadits di atas dan mengatakan bahwa jual beli ini tidak pernah dibolehkan dalam Islam, di antaranya adalah Ibnu Qudâmah[13], Ibnu Muflih al-Hanbali[14], Manshûr bin Yûnus al-Bahuthi, dan lainnya. Zhâhiriyyah Madzhab ini menyebutkan bahwa semua yang haram dimakan dagingnya, haram untuk dijual[15]Makelar Tenaga Kerja Dari keterangan di atas, telah jelas bagi kita bahwa Ulama bersepakat atas haramnya penjualan manusia merdeka. Bahkan memperkerjakan orang merdeka kemudian tidak menepati upah yang telah disepakati, maka perbuatan semacam ini disamakan dengan memakan hasil penjualan manusia merdeka, yaitu berupa ancaman yang terdapat dalam hadits tersebut di أَنَا خَصْمُهُمْ يَومَ الْقِيَا مَةِ“ Tiga golongan yang Aku akan menjadi musuh mereka di hari Kiamat…”.Begitu pula mereka yang menjadi makelar untuk memperkerjakan tenaga kerja, upah pekerja tersebut diambil oleh para makelar itu, dan akhirnya si pekerja tidak mendapatkan upah, atau karena adanya makelar tersebut mengakibatkan upah pekerja menjadi berkurang dari upah yang telah disepakati dengan majikan atau UMR. Syaikh Ibnu Utsaimîn rahimahullah dalam kitab Syarhul Mumti’ ketika memberikan contoh masalah Ijârah Fâsidah akad persewaan yang rusak menyebutkan bahwa menyewakan tenaga kerja merdeka tidak diperbolehkan dengan alasan si pekerja tadi bukanlah milik budak si penyedia sewa makelar. Padahal syarat Ijârah persewaan adalah si penyedia persewaan harus memiliki barang yang mau disewakan, dan di sini orang yang merdeka ini tidak dimilikinya bukan budaknya. Kemudian apabila akad persewaan ini terjadi atas sepengetahuan musta’jir penyewa/majikan bahwa pekerja tersebut bukan budak, maka sang majikan wajib mengganti upah mitsil standar kepada pekerja tersebut. Akan tetapi apabila ia tidak mengetahui penipuan ini, maka ia cukup membayar kesepakatan di muka tentang upah sewa kepada pekerja tadi. Dan apabila upah tersebut kurang dari upah mitsil maka penanggungnya adalah pihak penyedia tenaga[16].Maka bisa kita ambil kesimpulan bahwa tidak ada hak bagi makelar untuk mengambil jatah upah tenaga kerja, karena mereka adalah manusia merdeka yang memiliki hak kepemilikan, bukan untuk dimiliki orang lain; begitu pula hasil kerjanya. Bila ia ingin mendapat upah, maka hendaknya di luar upah mereka. Maka hal yang demikian termasuk memakan harta dengan a’lam bis shawâb[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______ Footnote [1] Lihat Bidâyah wa Nihâyah, Abu Fidâ Ismâîl Ibn Katsîr, Kisah kelahiran Nabi Ismâil. Penerbit Hajar cet. Pertama, 1/354. [2] Tafsir Al-Qurânul Adzîm, Abu Fidâ Ismâîl Ibn Katsîr , tafsir Surat Yûsuf/12 75, Dâr Thayyibah Th. 1420, 4/401 [3] Lihat Subulus Salâm Syarh Bulûghul Marâm, Muhammad bin Ismâîl As-Shan’âni, Kitâbul itq 4/189- 195 [4] Lihat Syarh shahîh Muslim Imam Nawawi rahimahullah, dalam penyebutan kaidah Baiul gharâr 10/156 [5] Lihat Fathul Qadîr, Muhammad bin Ali Asy-Syaukâni, dalam tafsir Surat al-Isrâ’/1770, 1/1289 [6] Tafsir Al-Qurthubi [7] Shahîul-Bukhâri No. 2227 Dalam Kitâbul Buyû’ Bab Itsmu man bâ’a hurran dan Musnad Imam Ahmad dari riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu [8] Raddul Mukhtâr Alâ Durrill Mukhtâr Syarh Tanwîril Abshar-Khasyiah Ibnu Abidîn, Muh. Amin Ibn Abidin, Cet. Dârul Kutub Beirut,Th 1423 H. 4/110 [9] Al-Asybah wa Nazhâir, Ibnu Nujaim al-Hanafi, Jilid 1 hlm. 146 maksud kaidah tersebut adalah ; apabila orang yang merdeka dighasab oleh seseorang, maka apabila ia mati tanpa sebab maka si ghâsib tidak menanggung harga orang tersebut, dan jika ia mati disebabkan ghâsib, maka si âqilah ghâsib keluarga dari jalur lelaki yang menanggung diyat orang tadi. Hal ini beda halnya jika yang di ghasab itu budak, maka ia harus menanggung harga budak tersebut dan âqilahnya menanggung diyatnya. Hal yang demikian untuk membedakan antara budak dan merdeka. Karena manusia merdeka bukanlah sebuah harta. [10] Mawâhibul Jalîl lisyarhi Mukhtasar Khalîl, Abu Abdillâh Muhammad al-Magribi al-Mâliki al-ma’rûf bi al-Hathab ar-Ru’ainy, Dâr Alimil Kutub, cet 1, 6/.67 [11] Al-Majmû’ Syarh Muhazzab, An-Nawawi, cet Dârul Fikr, 9/ 228 [12] Lihat Fathul Bâri, Ibnu Hajar al-Asqalâni, Bab Itsmu man bâ’a hurran, cet. Dârul Hadîts Mesir 4/479- 480 [13] Al-Mughni, Ibnu Qudâmah al-Maqdisy, Dâr Fikr, 4 / 327 [14] Al-Mubaddi’ Fî Syarhi Muqnî’, Abu Ishâq Ibnu Muflih al-Hanbali, Al-Maktab al-Islâmi, Cet. Beirut, 4/ 328 [15] Muhalla, Ibnu Hazm 4/ 481 [16] Lihat Syarhul Mumti’ Alâ Zâdi Mustaqni’, Muhammad Shâlih al-Utsaimîn, Cet pertama Dâr Ibn Jauzi, 10/88 Home /A9. Fiqih Muamalah Jual.../Perdagangan Manusia Human Trafficking

ayat alkitab tentang perdagangan manusia